Fenomena Prank Jadi Konten Timbulkan Bahaya Schadenfreude

Ilustrasi Fenomena Prank Jadi Konten Timbulkan Bahaya Schadenfreude [Pelajarkudus.com/Ilham Azizi]

Oleh : Allisa Nurul Aini

Era digital orang-orang bebas aktif di sosial media apalagi di masa pandemi sekarang. Laporan perusahaan media asal Inggris We Are Social berjudul “Digital 2021: The Latest Insights Inti The State of Digital” yang  terbit 11 Februari 2021 menuliskan ada 170 juta jiwa orang Indonesia merupakan pengguna aktif media sosial. Hal itu setara dengan 61,8% dari total populasi 274,9 juta jiwa warga Indonesia. Dibanding tahun sebelumnya 2020, terjadi peningkatan 10 juta atau 6,3%.

Dihimpun Kompas Tekno dari laporan We Are Social, dilihat dari frekuensi penggunaan bulanan, urutan pertama aplikasi yang paling sering diakses masyarakat Indonesia ditempati oleh Youtube dengan presentase 93,8% , disusul oleh Whatsapp dengan 87,7% , Instagram 86,6% , Facebook 85,5%, dan Twitter 63,6% .

Pangsa media sosial yang cukup besar berdasar data tersebut alhasil memantik kreativitas masyarakat Indonesia untuk membuat konten menarik untuk kemudian menjadi ladang keuntungan. Jejaring media sosial yang mudah diakses pun menambah banyak kemunculan konten kreator dari berbagai linimasa media sosial mulai dari Youtube, Twiter, Instagram, Facebook, dan media komunikasi online lainnya dan semua itu demi terkenal (viral).

Tidak heran cukup banyak orang yang tertarik terjun di dunia konten kreator misalnya para artis, pejabat, gamers, dan beauty vloger.  Konten yang mereka buat dan kembangkan pun berbagai macam bentuk, apa aja bisa menjadi konten yang lagi hits dan bikin viral. State Of  Digital Publishing sendiri mendefinisikan  seseorang yang bertanggung jawab untuk setiap informasi yang disebar luaskan melalui media terutama media digital ialah pembuat konten atau konten kreator. Ada banyak macam jenis konten yang bertebaran di media sosial mulai dari pendidikan, musik, Podcast, komedi, Daily & Travel Vlog, hingga konten prank yang akhir-akhir ini jadi tren dan menuai kontroversi.

Konten Prank

Konten kreator harusnya jeli menentukan bentuk konten yang menarik, mengedukasi dan memberikan dampak positif. Namun nyatanya banyak konten unfaedah bertebaran di media sosial, misalnya saja trend prank yang banyak dilakukan oleh youtuber. Kemunculan prank yang dimainkan dengan dalih sebuah guyonan bisa dikatakan membohongi seseorang dan bersifat ‘mengerjai’, dibuat seolah-olah serius namun ternyata hanya bohongan supaya target prank merasa kaget, terkejut atau bahkan merasa malu.

Tidak semua konten prank mengarah hal buruk namun yang amat disayangkan ialah kerugian yang diterima oleh targetnya. Di Indonesia sendiri pernah muncul suatau program televisi bernama Super Trap yang tayang sekitar tahun 2011 dengan menampilkan tayangan jebakan untuk para targetnya. Salah satu prank yang menuai banyak kontra adalah prank di toilet umum.

Dalam edisi  Prank di toilet umum Tim Super Trap bermaksud menjahili pengguna yang sedang barada di dalam toilet umum dengan memasang kamera. Saat pengguna sedang berada di dalam tolilet, tiba-tiba dinding toilet terangkat. Hal itu tentu menimbulkan kepanikan dan rasa malu bagi pengguna toilet. Alhasil program Super Trap yang tayang pada 25 November 2019  dilansir dari merdeka.com itupun mendapat banyak ktitikan dan berujung teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Lain lagi kisah dari prank Bansos Sampah yang akhir-akhir ini sedang viral di youtube dan banyak disoroti masyarakat hingga masuk ranah hukum kepolisian. Prank ini dilakukan oleh Ferdian Paleka, seorang youtuber asal Bandung yang membuat prank dengan berpura-pura membagikan bantuan sembako kepada waria dan anak-anak yang ternyata isinya sampah toge busuk.

Dilansir dari Katadata.co.id keterangan pelapor, Sani (39 tahun) mengatakan bahwa aksi prank Ferdian itu dilakukan pada kamis (30/4) lalu. Saat itu, dia bersama rekan-rekan waria lainnya berada di Jalan Ibrahim Adjie, Kota Bandung. Kemudian Ferdian datang bersama teman-temanya menawarkan bantuan dalam kardus kepada mereka (waria). “Dia memberikan bingkisan (toge busuk berkedok bansos) kemudian saya bawa, ini temen saya dikasi satu. Dia pergi dan saya buka tiba-tiba itu toge busuk,” kata Sani.

Bukan itu saja ada juga yang terbaru di Palembang Sumatra Selatan, konten kreator video Prank daging kurban berisi sampah. Video berdurasi 11 menit 56 detik tersebut diunggah pada Jum’at (31/7) disaluran Youtube Edo Putro Official. Video tersebut diberi judul ‘PRANK BAGI BAGI DAGING KE EMAK-EMAK ISINYA SAMPAH #THEREALPRANK’.

Dilansir dari Metrotv.com Kedua pelaku masing-masing bernama EP (24) dan DF(20), mereka berpura-pura membagikan bungkusan plastik daging kurban kepada ibu-ibu warga yang ternyata berisi sampah. Kedua tersangka terbukti melanggar dua pasal hukum yaitu pasal 14 KUHP dan pasal 27 ayat 1 UU ITE dengan ancaman hukuman masing-masing 10 tahun dan 12 tahun penjara.

Prank dan Schadenfreude

Konten-konten prank seperti diatas sangat menarik untuk dibahas dari segi psikologis Schadenfreude. Istilah Schadenfreude ternyata dapat menggambarkan suatu perasaan bahagia melihat penderitaan orang lain. Dilansir dari situs lithub.com, Schadenfreude merupakan sebuah kata yang berasal dari Bahasa Jerman. “Schaden” yang berarti kerusakan atau bahaya dan “Freude” yang berarti sukacita atau kesenangan. Jika kata tersebut digabungkan menjadi satu, Schadenfreude memiliki makna kesenangan atau sukacita ketika melihat suatu bahaya atau kerusakan.

Dalam kehidupan sehari-hari, Schadenfreude tidak akan disadari secara langsung. Setiap orang pasti pernah mengalami Schadenfreude, akan tetapi mereka memiliki level Schadenfreude yang berbeda-beda. Misalnya pada level rendah seseorang akan merasa senang jika jalur perjalanannya tidak macet sedangkan di lajur sebelahnya terlihat sangat macet. Kemudian naik pada tingkat yang lebih tinggi yaitu ketika seseorang tertawa apabila melihat temannya mengalami kejadian yang memalukan.

Dua contoh diatas masih termasuk Schadenfreude pada tahap yang tidak membahayakan. Tetapi ada pula Schadenfreud yang masuk dalam kategori akut dan parah yaitu pada tingkatan yang dapat dikatakan membahayakan, merugikan, atau keblabasan.

Singkat kata Schadenfreude nampaknya tepat dipakai untuk menggambarkan prank-prank yang sedang marak terjadi. Seseorang akan terlihat senang apabila melihat temannya kaget atau bahkan ketakutan, bahkan itu menjadi tolok ukur keberhasilan dari sebuah prank. Semakin target merasa ketakutan, cemas, dan kaget, maka prank mereka dikatakan berhasil dan penonton yang melihatnya akan semakin menertawakan hal yang sebenarnya tidak lucu tersebut.

Kebijakan Youtube

Situs Suara.com youtube sebenarnya sudah memiliki kebijakan yang melarang para penggunanya untuk mengunggah video-video berisi tantangan atau prank (lelucon) berbahaya. Layanan video online milik Google itu telah memperbarui panduan penggunaan untuk menegaskan bahwa konten-konten prank yang berisiko membahayakan atau melukai diri melanggar aturan youtube terkait kekerasan serta aktivitas berbahaya.

Lebih lengkap mengenai kebijakan tersebut sudah ada di blog bantuan youtube yang pada intinya melarang seseorang berbuat sesuatu yang membuat orang merasa berada dalam bahaya. Misalnya  mengelabui orang untuk percaya bahwa mereka berada dalam bahaya yang nyata, tekanan emosional pada anak di bawah umur dan semua lelucon yang menyebabkan tekanan emosional pada anak-anak atau orang yang rentan berupa kematian; bunuh diri pura-pura; kekerasan palsu; berpura-pura bahwa orang tua atau pengasuh akan meninggalkan seorang anak; atau menampilkan orang tua atau pengasuh yang melecehkan dan mempermalukan seorang anak secara verbal.

Dengan adanya kebijakan dari youtube seharusnya konten kreator youtuber ketika membuat konten ialah konten yang edukatif dan bermanfaat. Jangan hanya karena mengedepankan penghasilan hingga rela membuat orang lain merasa tertekan dan ketakutan.

Generasi muda seharusnya juga dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan konten-konten yang sarat edukasi. Jangan hanya ingin mendapatkan kesenangan semata hingga melupakan dampaknya. Demi menambah jumlah subscriber dan viewer beberapa konten kreator melakukan apapun asalkan trending. Perihal kebaikan bersama, akhlak dan adab dikesampingkan.

Negara juga diharapkan dapat turut serta dalam memastikan serta menghentikan penyebaran konten-konten yang dinilai dapat memberikan dampak negatif. Kemudian mengarahkan anak bangsa membuat konten-konten bermanfaat demi masa depan negara.

Ada satu yang perlu diingat, bercandalah sewajarnya saja. Boleh bercanda, akan tetapi jangan berlebihan sampai menimbulkan trauma yang membahayakan sesama.

 

*Penulis merupakan anggota Pimpinan Ranting Ngemplak Kecamatan Undaan sekaligus Mahasiswa Baru Perbankan Syariah Universitas Islam Nusantara Bandung