Cerita Nasib UMKM Setelah Dihantam PPKM

sumber foto: Sindonews.com

Pelajar Kudus – Setelah pedagang kecil atau UMKM merasakan banyak istilah kebijakan dalam menangani Covid-19 yang berdampak terhadap roda perekonomian, pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan baru melalui pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat, Jawa dan Bali. Awalnya diberlakukan  mulai 3 hingga 20 Juli 2021 yang menunjukan penurunan kasus harian Covid -19, kini diputuskan untuk memperpanjang PPKM hingga 25 Juli 2021.

Kebijakan memperpanjang PPKM hingga tanggal 25 Juli ini karena tren kasus Covid-19 masih fluktuatif, walaupun tingkat mobilitas masyarakat mulai tampak melandai. Melalui PPKM Darurat, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa kebijakan baru ini lebih diperketat daripada kebijakan kebijakan yang telah berlaku sebelumnya.

“PPKM Darurat ini akan meliputi pembatasan aktivitas masyarakat yang lebih ketat dari yang selama ini sudah berlaku,” ujar Jokowi,

Dilansir dari Tempo.co, menyebutkan bahwa kebijakan PPKM Darurat ini di terapkan di 48 Kabupaten/Kota dengan asesmen situasi pandemi level 4 dan 74 Kabupaten/Kota dengan asesmen situasi pandemi level 3 di Pulau Jawa dan Bali.

Level asesmen ini dinilai berdasarkan faktor laju penularan dan kapasitas respons di suatu daerah sesuai rekomendasi WHO. Level asesmen 3 dan 4 adalah daerah yang memiliki transmisi penularan tinggi, tapi kapasitas respons daerahnya tergolong sedang hingga rendah. Daerah inilah yang dinilai perlu treatment khusus melalui kebijakan PPKM Darurat.

Apa dampaknya terhadap UMKM?

Dengan adanya perpanjangan masa PPKM, para pelaku UMKM merasa dihantui rasa takut jika terus di adakannya PPKM lanjutan. Pasalnya sebelum PPKM dijalankan pun sudah banyak UMKM yang gulung tikar karena mengalami berbagai permasalahan seperti; penurunan penjualan, permodalan, distribusi terhambat, kesulitan bahan baku, produksi menurun dan PHK buruh,.

Salah satu dampak yakni, menurunnya jual beli akibat dari berkurangnya aktivitas sosial yang merupakan dampak dari kebijakan dilarang berkerumun, jika hal ini terus berlangsung akan menjadi ancaman bagi perekonomian nasional. Kebijakan ini secara tidak langsung juga menghantam UMKM sebagai penggerak ekonomi domestik dan penyerap tenaga kerja tengah menghadapi penurunan produktivitas yang berakibat pada penurunan profit secara signifikan..

 

Menurut Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Ikhsan Ingratubun, PPKM Darurat akan kembali menjatuhkan UMKM yang kini tengah berjuang untuk bertahan.

“Mau PPKM darurat, PSBB atau apapun namanya, itu kan sama, cuma diubah-ubah sama pemerintah, kami tidak setuju dan menolak itu, karena mengorbankan ekonomi bangsa terutama UMKM, seharusnya ekonomi dan kesehatan berjalan seiringan,” kata Ikhsan.

Menurut Ikhsan, PPKM darurat setidaknya akan menurunkan minimal 50% omset UMKM yang kini ‘menjerit’ dalam kesulitan. Sekarang ini sekitar 70-80% tengah berjuang untuk bangkit, ditengah PPKM Darurat ini, dan sisanya mengalami kolaps.

Dibandingkan mengambil kebijakan PPKM, demi menjaga keselarasan antara ekonomi dan kesehatan, lebih baik pemerintah memperkuat pengawasan dan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan, saran Ikhsan.

PPKM Darurat yang sudah belalu kemudian berkembang, selama lebih dari 2 pekan ini banyak berdampak pada para pedagang UMKM. Salah satunya yakni kota Kudus termasuk kawasan yang menerapkan PPKM Darurat.

Dampak PPKM Darurat juga dirasakan para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di Kudus City Walk yang merasakan omsetnya turun 50 persen karena adanya kegiatan pembatasan kegiatan masyarakat.

“Untuk malam biasanya lampu penerangan jalan biasanya dipadamkan, yang menjadi permasalahan jamnya. Awalnya boleh buka sampai jam 21.00 WIB sekarang dibatasi sampai jam 20.00 WIB. Sedangkan kita sore baru buka lapak dagangan,” kata Ketua Paguyuban PKL di Kudus City Walk, Mundloha

Upaya pemerintah membangkitkan ekonomi

Berdasarkan survei Asian Development Bank (ADB) terkait dampak pandemi setelah PPKM  terhadap UMKM di Indonesia, 88% usaha mikro kehabisan kas atau tabungan, dan lebih dari 60% usaha mikro kecil ini sudah mengurangi tenaga kerjanya. Sedangkan Bank Indonesia menyebutkan sebanyak 87,5% UMKM terdampak pandemi Covid-19.

Dari jumlah ini, sekitar 93,2 % di antaranya berdampak negatif di sisi penjualan. Artinya ada permasalahan yang cukup serius yang dirasakan UMKM di saat pandemi ini berlangsung, hal ini dikarenakan pemberlakuan kebijakan-kebijakan serupa dengan PPKM Darurat mengutamakan keselamatan masyarakat, melihat kesehatan yang terjadi atas pandemi, namun dengan resiko perlambatan disektor ekonomi.

Dalam menghadapi ini semua, bukan hanya satu pihak saja yang berperan penting, peran pemerintah menjadi hal yang paling penting pula. Eddy Satriya, Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, menyampaikan dari beberapa survei, terlihat adanya pemulihan ekonomi terutama setelah digelontorkan Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro 2020 lalu.

“Bantuan tersebut membuat usaha mikro mendapat tambahan modal untuk berusaha serta perbaikan di sisi daya beli masyarakat melalui beberapa paket kebijakan pemerintah, dengan upaya menggenjot konsumsi masyarakat kelas menengah Indoensia untuk mendukung pemenuhan faktor keamanan atas kesehatan finansial,” ungkap Eddy.

Selain dari pada itu perlu adanya langkah mitigasi prioritas jangka pendek adalah dengan menciptakan stimulus pada sisi permintaan dan mendorong platform digital (online) untuk memperluas kemitraan.

Dampak PPKM yang sangat dirasakan oleh para UMKM dalam menjalankan roda perekonomiannya, diharapkan dapat terciptanya inovasi-inovasi baru, misalnya kewirausahaan secara digital. Dengan kata lain inovasi mendorong para pelaku UMKM untuk mulai bertransformasi dari offline ke online.

Transformasi ini tentunya butuh upaya, pelatihan, dorongan. Maka itu pemerintah telah berupaya mendorong program digitalisasi pada UMKM di Indonesia. Dengan upaya pengembangan UMKM digital yang didukung oleh peran pemerintah dan Kementerian Koperasi dan UKM.

Menyikapi dampak pandemi yang terjadi pada pelaku UMKM, Mentri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) mengalokasikan dana sebesar Rp 186,81 triliun untuk mendukung UMKM dan korporasi dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 yang diperkirakan memakan dana Rp 699,43 triliun.

Dukungan UMKM dan korporasi akan meliputi subsidi bunga UMKM Rp 31,95 triliun, bantuan produktif usaha mikro Rp 17,34 triliun, dan subsidi imbal jasa penjaminan Rp 8,51 triliun. Selanjutnya, penyuntikan modal negara untuk BUMN, LPEI, dan LPI Rp 58,76 triliun, penempatan dana Rp 66,99 triliun, serta dukungan lainya Rp 3,27 triliun.

Pemerintah juga berupaya mendorong para pelaku UMKM untuk on board ke platform digital melalui Program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI), dimana hingga akhir 2020 sudah terdapat 11,7 juta UMKM on boarding.

Dengan adanya perpanjangan PPKM para pelaku UMKM berharap agar dana insentif modal sebesar 1,2 juta dari pemerintah benar-benar disalurkan, supaya mereka tidak terbebani masalah modal usahanya.

 

Penulis: Yasirli Riski

Editor: Khaan Sumarhadi