Pelajarkudus.com- Trend AI Ghibli style yang sedang hangat dilakukan oleh banyak orang saat ini, berujung kontroversi. Ini bermula dari tanggapan Hayao Miyazaki selaku Owner Ghibli Studio yang menyatakan ketidaksetujuannya. Dalam sebuah video demonstrasi teknologi AI, pembuat film cat return itu mengatakan, ”saya merasa ini adalah penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri”, beliau juga menambahkan bahwa dirinya tidak ingin mengintegrasikan teknologi AI ke dalam karyanya.
Sebenarnya, penggunaan AI dalam bidang karya seni bukanlah hal yang baru di tengah kemajuan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) atau yang sering kita sebut AI. Dibalik kecanggihan AI yang serba bisa dan praktis digunakan, muncul kekhawatiran akan nilai orisinalitas dari karya seni yang diciptakan. Hal ini dikarenakan AI tidak benar-benar berkreasi dan membuat sebuah karya seni, melainkan hanya menyusun ulang data visual yang sudah ada di Internet.
Tidak hanya Hayao Miyazaki yang memberikan kritik terhadap AI yang dianggapnya akan menghilangkan ruh dari sebuah karya seni, netizen dunia juga ikut andil memberikan kritik. Ada yang beranggapan, penggunaan AI untuk meniru visualitas karya seni tertentu adalah bentuk pencurian, terlebih dilakukan tanpa izin dan dikomersialkan. Sedangkan, ada juga beranggapan trend AI ini adalah praktik yang sah-sah saja dikarenakan hasil AI ini lebih seperti terinspirasi Ghibli bukan meniru Ghibli.
Di tengah trend AI kontroversial yang banyak disorot dunia, Wakil Presiden Indonesia, Gibran Rakabuming Raka beserta istrinya, Selvi Ananda muncul dalam potret digital bergaya film Dune, yang digadang dibuat oleh AI untuk video ucapan Idul Fitri 1446 H. Alih-alih menjadi pengingat akan pentingnya orisinalitas dan etika dalam berkesenian, tindakan ini malah dianggap ikut melegitimasi budaya visual instan yang miskin refleksi dan akan terkesan memvalidasi penggunaan AI yang tidak sensitif terhadap konteks sosial dan budaya.
Dengan caption, “Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H. Mohon maaf lahir dan batin. Di hari yang suci ini, marilah kita pererat tali silaturahmi, satukan hati, dan saling memaafkan demi Indonesia yang lebih damai dan maju”. Banyak yang mengkritik penggunaan AI yang dilakukan Wapres Indonesia ini, bahkan ada yang sampai melaporkan kepada Warne Bros selaku pemegang hak cipta film Dune.
Selain permasalan orisinalitas, penggambaran di dalam video ucapan tersebut juga menjadi kontroversi. Karena yang kita ketahui film Dune sendiri merupakan film fiksi ilmiah epik yang disutradarai oleh Denis Villeneuve, berdasarkan novel klasik Dune karya Frank Herbert yang pertama kali terbit pada tahun 1965. Film ini dirilis pada tahun 2021 dan 2024, serta merupakan adaptasi dari bagian pertama dan kedua novel tersebut.
Dalam video yang sudah di like lebih dari 93.000 oleh sesama pengguna platform X, menampilkan Wapres Gibran dan sang istri, Selvi dengan balutan stillsuit ala Paul Atreides dan Chani. Dimana latar belakang video tersebut menampilkan Jakarta sebagai Padang Gurun di Planet Arrakis. Tampilan tersebut mendapatkan kritik pedas dari Pengguna X.
“Pertama, lihat bola matanya (kiri). Kedua, tidak ada huruf ‘i’ di kata Idulfitri. Ketiga, dalam video tersebut digambarkan sebuah negara yang hancur menjadi padang pasir yang tandus, hanya memisahkan Monas (seperti itukah negara kita di masa depan),” kata @angga******
”WAPRES bermain api dengan AI: Mengambarkan masa depan buruk Jakarta & Monas menjadi Padang Pasir, Avatar dengan Mata Juling, Typo error “Idul Fitri” tanpa awalan “I”. Terbukti bahwa Kepintaran apalagi Kebijaksanaan memerlukan proses pembelajaran dan talenta, tidak cukup dgn selingkuhi Konstitusi,” kata @benk********
Penggunaan style video ala film Dune oleh Wapres Indonesia ini, mengingatkan kita akan betapa visioner kisah yang ditulis oleh Frank Herbert. Terutama dalam mengangkat isu AI. Salah satu keunikan Dune, yang rilis pada tahun 1965 adalah memberikan gambaran dunia yang begitu canggih namun manusia yang tidak lagi percaya lagi pada mesin. Jika kalian jeli, di dunia Dune tidak ada satupun AI, Robot, Thinking machines, maupun sentient machine. Ini diekspresikan dari perang suci yang dinamakan “The Butlerian Jihad,” yang tercatat pada sejarah kelam yang terjadi 10.000 tahun sebelum latar cerita Dune di mulai.
Masa itu, manusia mengalami ketergantungan AI atau sentient mechine yang begitu parah untuk aktivitas. Beberapa diantaranya untuk menyelesaikan hitung-hitungan yang rumit, menjadi asisten rumah tangga, dan menjalankan pesawat interstellar. Hal itu mendorong ordo ekstrimis Butlerian yang memandang keberadaan yang menyerupai manusia adalah sebuah dosa besar, untuk mengkampanyekan “Perang Suci,” kepada mereka yang disebut “God of Mechine Logic”.
Perang suci antara manusia dan mesin, berlangsung selama lebih dari 1 abad hingga di satu titik kedua kubu lelah akan konflik sehingga perang di akhiri dengan kesepakatan yang berat sebelah, “no more machine in the likeness of human mind.” Setelah perang, hal yang menyerupai manusia seperti AI atau sentient machine dinyatakan ilegal dan tidak boleh di buat.
Namun ironisnya, Potret digital Wakil Presiden Gibran dan Selvi yang mengadopsi estetika Dune, memperlihatkan makin bergantungnya kita pada teknologi. Padahal dalam film Dune sendiri telah menolak penggunaan AI. Bahkan perang suci yang terjadi, menjadi simbol perjuangan manusia dalam menjaga eksitensi mereka dan awareness terhadap dampak ketergantungan AI. Sedangkan di dunia kita ini, AI justru didorong untuk semakin mendekat dalam aktivitas manusia bahkan sudah masuk dalam politik. Perlu adanya penyertaan batasan-batasan etika dan kebijaksaan dalam penggunaan, agar tidak hanya peradapan yang canggih namun juga manusia berkembang.
Penulis : Umi Ume
Editor : Nisa
Leave a Review