Beragam Persoalan di Balik Pembelajaran Daring

Pelajar Kudus – Terhitung sejak tanggal 24 Maret 2020. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Salah satu isinya adalah pembelajaran secara daring/pembelajaran jarak jauh (PJJ) mulai dari pendidikan anak usia dini hingga pendidikan menengah atas.

Pembelajaran yang dicanangkan Kemendikbud tersebut menuai beragam pro dan kontra dari masyarakat. Sebagian masyarakat menerima sistem ini dengan alasan akan memberikan rasa aman bagi siswa – siswi dari terpaparnya virus COVID-19.

Namun, banyak juga masyarakat yang menilai pembelajaran daring membuat orang tua lebih memperhatikan proses belajar anak – anaknya. Di sisi lain, tidak sedikit masyarakat yang mengeluh akan susahnya sistem (PJJ) ini, sebagaimana Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada banyak keluhan siswa soal sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19 yang terkait dengan kendala kuota internet.

Berdasarkan survei terhadap 1.700 siswa / responden daring KPAI. Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam acara diskusi daring bertajuk Suka dan Duka Belajar, yang digelar Sabtu (8/8/2020) CNN, mengungkapkan bahwa keluhan soal kuota itu paling tinggi, sebanyak 43 persen. Namun ada juga yang mengaku tidak punya fasilitas gadeget sebanyak 29 persen, sedangkan sisanya, 16 persen responden, menyatakan tidak memiliki pulsa maupun alat untuk mengikuti (PJJ) secara daring.

Suksesnya proses pembelajaran daring tak luput dari kesiapan media pembelajaranya, seperti; komputer, laptop, hp, dan alat bantu lain sebagai perantara terhubung dengan internet. Namun, hingga saat ini masih banyak terjadi kesenjangan soal kesiapan media (PJJ), ini berdampak terhadap proses kelancaran (PJJ). Persoalan ini menjadi PR besar pemerintah untuk mengoreksi kembali kebijakan pembelajaran daring ini.

Beragam Dampak Pembelajaran Daring

Pertama, terhadap murid dalam proses pembelajaran di rumah, ketika  berbicara mengenai fasilitas, banyak sekali kesenjangan. Seperti, murid rasanya dipaksa belajar jarak jauh tanpa sarana prasarana memadai di rumah.  Padahal fasilitas penting seperti laptop dan gadget harus hadir merata dalam proses menyimak belajar online.

Bukan hanya persoalan prasarana, ternyata masih banyak murid yang belum terbiasa dengan pembelajaran jarak jauh, karena selama ini pembelajaran hanya dilakukan secara tatap muka. Untuk itu, para murid perlu waktu untuk beradaptasi dan menghadapi perubahan baru yang secara tidak langsung akan mempengaruhi daya serap belajar mereka. Dampak selanjutnya terhadap murid adalah kehilangannya momen – momen interaksi sosial, yang menyebabkan anak-anak jenuh di rumah.

Adanya wabah COVID-19 memaksa para murid cepat beradaptasi dengan teknologi, sehingga suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus menggunakan teknologi untuk menunjang pembelajaran jarak jauh. Persoalan ini yang banyak membuat mereka gagap teknologi.

Kedua, orang tua sangat merasakan dampak kebutuhan internet yang semakin meningkat. Orang tua juga harus meluangkan ekstra waktunya kepada anak untuk mendampingi belajar online nya. Dalam mendampingi anak-anaknya belajar, terkadang orang tua pun harus ikut mengerjakan tugas anak-anaknya. Tentu ini akan mempengaruhi intensitas pekerjaan rutin yang akan menyebabkan produktivitas menurun.

Ketiga, tidak semua guru mahir dalam menggunakan teknologi atau media sosial sebagai sarana pembelajaran. Beberapa guru senior belum sepenuhnya mampu memaksimalkan perangkat atau fasilitas penunjang kegiatan pembelajaran dan perlu pendampingan serta pelatihan terlebih dahulu. Disisi lain agar siswa tidak merasa mudah bosan dan cepat mengantuk ketika proses pembelajaran berlangsung maka guru dituntut kreatif untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan meskipun secara virtual.

Upaya Pemerintah Mengatasi Masalah Pembelajaran Jarak Jauh

Guna mendukung suksesnya pembelajaran sistem online di Indonesia selama pandemi Covid-19, pemerintah memberikan kuota internet gratis kepada siswa, guru, mahasiswa, dan dosen. Pemberian kuota internet gratis berdasarkan surat edaran dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan nomor surat 8202/C/PD/2020 tentang Program Pemberian Kuota Internet Bagi Peserta Didik.

Surat tersebut ditanda tangani Dirijen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud yang dikeluarkan pada 27 Agustus 2020.  Pemberitan Kuota internet gratis sebanyak 35 GB untuk siswa, 42 GB untuk guru, dan 50 GB untuk mahasiswa, serta dosen yang akan langsung diberikan ke nomor ponsel siswa, guru, mahasiswa dan dosen setiap bulan.

Di lansir dari transmetro.id, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan bahwa anggaran untuk pulsa atau kuota data bagi siswa, guru, mahasiswa, dan dosen selama 3-4 bulan ke depan sebesar 9 triliun meliputi Rp 7,2 triliun untuk subsidi kuota internet kepada siswa, guru, mahasiswa, dan dosen dan menyediakan tambahan penerima tunjangan sebesar Rp 1,7 triliun untuk guru, dosen, sampai guru besar.

Pro dan kontra pasti akan selalu ada, terlebih melihat kondisi Indonesia yang memperihatinkan dalam menghadapi pandemi di segala sektor. Daripada terus menerus mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin bersama-sama

 

Penulis : Nanda, Anam, Alfiyan

Editor : Khasan Sumarhadi